Takdir kami dalam sistem sunnah mu ya allah

19 November 2008

METODOLOGI PENAFSIRAN Al-QUR'AN

Oleh: Nofriyaldi

A. Pengertian Tafsir
Istilah tafsir merujuk kepada al-Qur’an sebagaimana tercantum dalam surat Al-Furqan ayat 33:
وَلا يَأْتُونَكَ بِمَثَلٍ إِلا جِئْنَاكَ بِالْحَقِّ وَأَحْسَنَ تَفْسِيرًا (٣٣)
Artinya: Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik (Tafsir) penjelasannya.

Pengertian inilah yang dimaksud dalam lisan al-Arab dengan “kasyaf al-maqhaththa” (membuka sesuatu yang tertutup), dan “tafsir” –tulisan ibn manzhur- adalah membuka dan menjelaskan maksud yang sukar dari suatu lafal. Pengertian ini pulalah yang di istilahkan oleh para ulama tafsir dengan “al-idhah wa al-tabyin (menjelaskan dan menerangkan).
Sedangkan defenisi tafsir secara istilah adalah menjelaskan petunjuk-petunjuk al-Qur’an dan ajaran-ajaran serta hukum-hukumnya dan hikmah Allah di dalam mensyari’atkan hukum-hukum kepada umat manusia dengan cara yang menarik hati, membuka jiwa, dan mendorong orang untuk mengikuti petunjuk-petunjuk Allah itu.

B. Metode Tafsir
Metode berasal dari bahasa Yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan” dalam bahasa Inggris kata ini ditulis method dan bangsa Arab menterjemahkannya dengan “Thariqat” dan “Manhaj”. Dalam pemakaian bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti “cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya) cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode adalah salah satu sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Nashruddin Baidan mengatakan, studi tafsir al-Qur’an tidak lepas dari metode, yakni “suatu cara yang teratur dan terpikir dengan baik untuk mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat al-Qur’an yang di turunkan Nya kepada nabi Muhammad SAW.
Dari defenisi di atas dapat kita ambil gambaran bahwa metode tafsir itu berisikan seperangkat tatanan dan aturan yang tidak boleh diabaikan ketika menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.
Al-Qur’an al-Karim laksana samudera yang keajaibannya tidak akan pernah sirna ditelan oleh masa, sehingga lahir bermacam-macam tafsir karya terbaik para Mufasir dengan berbagai macam metode yang diterapkannya. Bukti nyata hal ini, dapat kita lihat betapa banyaknya karya-karya para Mufasir terpajang di berbagai pustaka, menunjukkan tingginya semangat dan besarnya perhatian para ulama untuk menggali dan memahami makna-makna kandungan kitab suci al-Qur’an al-Karim serta menjelaskan metode-metode yang digunakan oleh masing-masing Mufasir.

Metode-metode tafsir yang dimaksud adalah Metode Tahliliy, Metode Ijmaliy, Metode Muqaran, dan Metode Maudhu’iy.

1. Al-Tafsir al-Tahlily (metode Analisis)
Al-Tafsir al-Tahlily adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari seluruh aspeknya. Di dalam tafsirnya, penafsir mengikuti urutan ayat-ayat sebagai mana yang telah tersusun dalam mushaf ( Penjelas tentang mushaf Silahkan Rujuk M. M. Al-A’Zami. The History The Qur’anic Text)
Para penafsir tahliliy ini ada yang terlalu bertele-tele dengan uraian yang panjang lebar, ada pula yang terlalu sederhana dan ringkas. Biasanya mufasir mempunyai kecenderungan (corak penafsiran) yang beraneka ragam, seperti:

a. Al-Tafsir bi al-Ma’tsur
Al-Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran ayat dengan ayat; penafsiran ayat dengan hadits Rasulullah SAW. Yang menjelaskan makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat; atau penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para sahabat; atau penafsiran hasil ijtihad para tabi’in.
Diantara kitab-kitab yang memuat tafsir bi al-Ma’tsur adalah
- Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, karya Ibn Katsir (w. 774 H)
- Al-Dar al-Mansuri fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur, karya al-Suyuthy (w. 991 H)
- Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an al-Karim, karya Ibn Jarir al-Tabary (W. 310 H)

b. Al-Tafsir bi al-Ra’yi (bercorak Rasional)
Al-Tafsir bi al-Ra’iy adalah penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad, terutama setelah mufasir itu sudah sangat mengerti dengan perihal bahasa Arab, asbab al-nuzul, nasikh wa mansukh, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh lazimnya seorang penafsir.
Diantara kitab tafsir “ bi al-Ra’yi” ini adalah
- Mafatih al-Gha’ib, oleh al-fakhr al-Razi (w. 606 H)
- Libabi al-Takwili fi ma’aniy al-Tanzil, karya al-Khazin (w. 741 H)

c. al-Tafsir al-Shufi (bercorak Tasauf)
Al-Tafsir al-Shufi terbagi kepada dua bentuk:
- Tasauf teoritis yaitu para penganut aliran ini mencoba meneliti dan mengkaji al-Qur’an berdasarkan teori-teori mazhab dan sesuai dengan ajaran mereka. penafsir ini tampak berlebih-lebihan dalam menafsirkan ayat al-Qur’an, dan tafsirannya sering keluar dari arti zahir yang dimaksud syara’ yang didukung oleh kajian bahasa.
Al-Zahabi mengatakan kitab tafsir yang bercorak tasauf teoritis hanyalah penafsiran ayat-ayat al-Qur’an secara acak dan parsial yang dinisbatkan kepada Ibn Arabi dan yang terdapat di dalam kedua kitabnya, al-Futuhat al-Makkiyyah dan al-Fushush, serta di dalam kitab tafsir yang bercorak beraneka ragam
- Tasauf Praktis
Yang dimaksud dengan tasauf praktis adalah tasauf yang mempraktekkan gaya hidup sengsara, zuhud, dan meleburkan diri dalam ketaatan kepada Allah SWT. Aliran ini menamakan tafsir mereka dengan tafsir al-isyari, yaitu menta’wil ayat-ayat, berbeda dengan arti zhahirnya, berdasarkan isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya tampak oleh pemimpin suluk, namun dapat dikompromikan dengan arti zhahir yang dimaksud.
Diantara kitab tafsir tasauf praktis ini adalah
- Tafsir al-Qur’an al-Karim, karya al-Tusturi (w. 383 H)
- Haqaiq al-Tafsir, karya al-Salami (w. 412 H)
- ‘Araisy al-Bayan fi Haqiq al-Qur’an, karya al-Syairazi (w. 606 H)

d. al-Tafsir al-Fiqhi (bercorak Fikih)
Al-Tafsir al-Fiqhi adalah menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad dalam mencari keputusan hukum dari al-Qur’an, dan berusaha menarik kesimpulan hukum Syari’ah berdasarkan ijtihad tersebut.
Diantara kitab tafsir yang bercorak fiqhi ini adalah
- Ahkam al-Qur’an karya al-Jash-shash (w. 370 H)
- Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-Arabi (w. 543 H)
- Al-Jami’ li-ahkam al-Qur’an karya al-Qurthuby (w. 671 H)

e. al-Tafsir al-Falsafi (bercorak Filsafat / Falsafat)
Al-Tafsir al-Falsafi dilihat dari tokoh-tokoh Islam yang mendalami kajian filsafat terbagi kepada dua:

1. Golongan yang menolak filsafat, karena mereka menemukan adanya pertentangan antara filsafat dan agama. Kelompok ini secara radikal berusaha menjauhkan umat dari kajian tersebut. diantara kitab-kitab tafsir yang ditulis berdasarkan corak falsafi ini adalah kitab tafsir Mafatih Al-Ghaib oleh al-Fakhr al-Razi (606 H)

2. Golongan yang mengagumi dan menerima filsafat, meskipun di dalamnya ditemukan ide-ide yang bertentangan dengan Nash dan Syara’. Kelompok ini berupaya mengkompromikan atau mencari titik temu antara falsafat dan agama serta berusaha menyingkirkan segala pertentangan. Tentang kitab tafsir mereka al-Zahabiy mengatakan, kami tidak pernah mendengar bahwa diantara para filosof itu ada yang menulis kitab tafsir secara lengkap, semua yang kami temukan tidak lebih dari sebagian pemahaman terhadap al-Qur’an secara parsial yang termuat di dalam kitab-kitab falsafat secara yang mereka tulis.

f. al-Tafsir al-Ilmi (bercorak Science)
Al-Tafsir al-Ilmi adalah menafsirkan ayat-ayat kauniyah berdasarkan prinsip-prinsip kebahasaan dan keunikannya, dan berdasarkan bidang ilmu serta hasil kajian mereka terhadap gejala atau fenomena alam.
Di antara tafsir yang bercorak al-‘Ilmi ini adalah tafsir Mafatih al-Ghaib karya besar al-Imam al-Fakhr al-Raziy. Imam Al-Ghazaliy melalui kitabnya al-Ihya’Ulumuddin dan Jawahir al-Qur’an. Sedangkan al-Imam al-Suyuthy, melalui kitabnya al-Itqan.
Sedangkan ulama kontemporer yang menaruh minat melakukan kajian al-Tafsir al-Ilmi untuk menyingkap makna ayat-ayat kauniyah diantaranya:
- Muhammad Ahmad al-Ghamawi. Di dalam kitabnya Sunanullah al-Kauniyah
- Thantawi Jauhari. Melalui kitabnya yang tebal.
- Ahmad Mukhtar al-Ghazi. Melalui kitabnya Riyadh al-Mukhtar.
- Hanafi Ahmad. Melalui karyanya al-Tafsir al-‘Ilmi li al-Ayat al-Kauniyah fi al-Qur’an al-Karim

g. Al-Tafsir al-Adab al-Ijtima’I ( bercorak Sosial)
Al-Tafsir al-Adab al-Ijtima’iy adalah tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur’an dengan cara:
- mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur’an secara teliti.
- Selanjutnya menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur’an dengan gaya bahasa yang indah dan menarik.
- Pada langkah berikutnya, penafsir berusaha menghubungkan nash-nash al-Qur’an yang tengah dikaji dengan kenyataan sosial dan sistem budaya yang ada.
Diantara ulama tafsir yang di tulis berdasarkan metode ini antara lain:
- Rasyid Ridha (w. 1345 H) melalui Karyanya Tafsir al-Manar.
- Al-Maraghiy (w. 1945 M) melalui karyanya Tafsir al-Maraghiy.
- Al-Syekh Mahmud Syaltut. Melalui karyanya Tafsir al-Qur’an al-Karim
Kelebihan tafsir al-Tahliliy adalah mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Dapat digunakan dalam bentuk ma’tsur dan ra’yi, serta dapat menampung berbagai ide yang terpendam di dalam benak mufasir.

Sedangkan kekurangannya adalah melahirkan penafsiran subjektif, masuknya pemikiran isra’iliyat, dan petunjuk al-Qur’an jadi parsial, sehingga seakan-akan al-Qur’an tidak konsisten karena penafsiran yang diberikan pada suatu ayat berbeda dari penafsiran yang diberikan pada ayat-ayat lain yang sama dengannya.


2. Al-Tafsir al-Ijmaly ( Metode Global)
Al-Tafsir al-Ijmaly adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna global. Nasruddin Baidan mengatakan, Metode ijmaliy adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti, dan enak dibaca.
Dalam sistematika uraiannya, penafsir akan membahas ayat demi ayat sesuai dengan susunan yang ada dalam mushaf; kemudian mengemukakan makna global yang dimaksud oleh ayat tersebut dengan menggunakan lafazh bahasa yang mirip bahkan sama dengan lafazh al-Qur’an, sehingga pembaca akan merasa bahwa uraiannya tersebut tidak jauh dari gaya bahasa al-Qur’an itu sendiri. Cara penafsiran dengan gaya bahasa yang demikian sangat jelas bagi pendengar dan mudah dipahami.
Kelebihan tafsir ijmaliy adalah praktis dan mudah dipahami, bebas dari penafsiran isra’iliyat, dan sangat akrab dengan bahasa al-Qur’an. Sedangkan kekurangannya adalah menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial, dan tidak ada ruangan untuk analisis yang memadai.
Diantara kitab tafsir yang ditulis menurut metode ini adalah
- Tafsir al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad Farid Wajid
- Tafsir al-Wasith, terbitan Majma’ al-Buhuts al-Ismiyyah

3. Al-Tafsir al-Muqaran ( Metode Komparatif)
Para ahli tidak berbeda pendapat mengenai defenisi metode ini. Sebagaimana yang dijelaskan Nasruddin Baidan, yang dimaksud dengan metode komperatif adalah: a) membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda bagi satu kasus yang sama. b) membandingkan ayat Al-Qur’an dengan hadis yang pada lahirnya tampak bertentangan, c) membandingkan berbagai pendapat ulama tafsir dengan menafsirkan al-Qur’an.
Dari defenisi di atas terlihat metode komperatif memiliki cakupan yang sangat luas apabila dibandingkan dengan metode tafsir yang lain.
Kelebihan metode komperatif adalah memberikan wawasan penafsiran yang relatif lebih luas apabila dibandingkan dengan metode lain, membuka pintu untuk selalu toleran terhadap pendapat orang lain, sangat membantu untuk mengetahui berbagai pendapat tentang sesuatu ayat, untuk Mufasir yang menerapkan metode ini didorong untuk mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat para mufasir yang lain.
Sedangkan kekurangannya adalah tafsir yang memakai metode komperatif ini tidak dapat diberikan kepada pemula, kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan sosial yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat, terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran yang pernah diberikan oleh ulama dari pada mengemukakan penafsiran-penafsiran baru.

C. Al-Tafsir Maudhu’iy (Metode Tematik)
1. Pengertian
Kata Maudhu’iy berasal dari bahasa arab, yaitu maudhu’, isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a, yang berarti meletakkan, menjadikan, menghina, mendustakan, dan membuat-buat. Sedangkan maudhu’ artinya adalah yang diletakkan, yang ditaruh, yang diantar, yang dibicarakan, yang dihinakan, yang didustakan, yang dibuat-buat dan yang dipalsukan.
Sedang Maudhu’ yang dimaksud dalam bahasan ini adalah yang dibicarakan atau judul atau topik atau sektor.
Secara istilah tafsir Maudhu’iy adalah mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu, bersama-sama membahas topik/judul sektor tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistinbatkan hukum-hukum.
Orang pertama yang melakukan kajian tafsir dengan menerapkan metode maudhu’iy adalah al-‘alamah al-fakhru al-Razyi.
Tafsir maudhu’iy mempunyai dua macam bentuk kajian, yaitu:
a. Pembahasan mengenai satu surat secara menyeluruh dan utuh dengan menjelaskan maksudnya yang bersifat umum dan khusus, menjelaskan korelasi antara berbagai masalah yang dikandungnya, sehingga surat itu tampak dalam bentuknya yang betul-betul utuh dan cermat.
b. menghimpun sejumlah ayat dari berbagai surat yang sama-sama membicarakan satu masalah tertentu; ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan diletakkan pada satu tema bahasan, dan selanjutnya ditafsirkan secara maudhu’iy.

2. Cara Kerja Metode Tafsir Maudhu’iy
a. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’an yang akan di kaji secara maudhu’iy (tematik).
b. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah ditetapkan, ayat Makiyah dan Madaniyah.
c. Menyusun ayat-ayat yang dibahas secara berurutan berdasarkan kronologis masa ayat tersebut turun. Disertai pengetahuan Mengenai latar belakang turunnya ayat atau Asbab al-Nuzul.
d. Mengetahui korelasi (Munasabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing surat yang dibahas.
e. Menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan utuh (outline).
f. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan Hadis, bila dipandang perlu, sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.
g. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian yang ‘am dan yang khash, antara yang muthlaq dan muqayyad, menjelaskan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga semua ayat tersebut bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi atau tindakan pemaksaan terhadap sebahagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya tidak tepat.

3. Kelebihan dan kekurangan metode maudhu’iy (tematik).
a. Kelebihan
- Menjawab tantangan zaman
- Praktis dan sistematis
- Dinamis
- Membuat pemahaman menjadi utuh
Kelebihan ini dapat dilihat pada pembahasan urgensi metode maudhu’iy ini
b. Kekurangannya
- Memenggal ayat al-Qur’an
- Membatasi pemahaman ayat

Hal ini terjadi disebabkan karena metode maudhu’iy hanya membatasi diri pada pembahasan berdasarkan topik menyangkut judul yang ditetapkan oleh mufasirnya. Sehingga dengan demikian mufasir pun harus selalu mengingat hal ini agar ia tidak dipengaruhi oleh kandungan atau isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut yang tidak sejalan dengan pokok bahsannya.

4. Urgensi Metode Tematik
Tafsir dengan metode Maudhu’iy (tematik) lebih dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan dimuka bumi ini. Artinya metode ini besar sekali manfaatnya bagi kehidupan manusia. Berangkat dari pemikiran demikian, maka kedudukan metode ini menjadi semakin kuat dalam khazanah intelektual Islam.
Terjadinya pemahaman yang parsial dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an , adalah sebagai akibat tidak di kajinya ayat-ayat tersebut secara menyeluruh. Hal ini sangat berbahaya karena dapat menimbulkan kontradiktif atau penyimpangan yang jauh dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Dalam metode tematik hal itu tidak akan terjadi. Berdasarkan bukti-bukti tersebut, jelaslah bahwa metode tematik tempat yang amat penting dalam kajian tafsir al-Qur’an.
Untuk mengenal lebih jauh betapa pentingnya keberadaan corak dan metode Tafsir Maudhu’i (Tematik) ini, di samping penjelasan yang telah dikemukakan di atas, berikut akan dikemukakan beberapa faedah dan keistimewaan metode Maudhu’iy (Tematik).

a. Menghimpun berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topik masalah, menjelaskan sebagian ayat dengan ayat yang lainnya. Sehingga tafsir Maudhu’i ini bercorak tafsir bi al-Ma’tsur.

b. Dengan menghimpun sejumlah ayat al-Qur’an seorang penafsir akan mengetahui adanya keteraturan dan keserasian serta korelasi antar ayat-ayat tersebut. karenanya penafsir akan menjelaskan makna-makna dan petunjuk al-Qur’an tersebut serta mengemukakan kelugasan dan keindahan bahasanya.

c. Dengan menghimpun seluruh atau sebagian ayat, seorang penafsir dapat memberikan buah pikiran yang sempurna dan utuh mengenai satu topik masalah yang sedang ia bahas, dimana ia telah menyelidiki semua masalah yang terdapat di dalam ayat-ayat dalam satu waktu, kemudian dia menarik salah satu pokok masalah yang betul-betul telah dia kuasai sepenuhnya.

d. Dengan menghimpun ayat-ayat dan meletakkannya di bawah satu tema bahasan, seorang penafsir dapat menghapus anggapan adanya kontradiksi antara ayat-ayat al-Quran, dan mampu menolak berbagai tuduhan negatif yang disebarluaskan oleh pihak yang berniat jelek. Begitu juga penafsir akan mampu membantah tuduhan sebagian orang bahwa antara agama dan ilmu terdapat pertentangan, terutama ketika seorang penafsir mengemukakan sebagian teori ilmiah yang juga dikemukakan oleh al-Qur’an al-Karim. Sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat-ayat al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat.

e. Corak kajian Tafsir Maudhu’Iy ini sesuai dengan semangat zaman modern yang menuntut agar kita dapat berupaya melahirkan suatu hukum yang bersifat universal untuk masyarakat Islam. Suatu hukum yang bersumber dari al-Qur’an dalam bentuk materi dan hukum-hukum praktis yang mudah di pahami dan diterapkan.

f. Metode tafsir maudhu’Iy memungkinkan seseorang untuk mengetahui inti masalah dan segala aspeknya, sehingga ia mampu mengemukakan argumen yang kuat, jelas, dan memuaskan. Begitu pula hal ini memungkinkan bagi penafsir untuk mengungkapkan segala rahasia al-Qur’an sehingga hati dan akal manusia tergerak untuk mensucikan Allah dan mengakui segala rahmatNya yang terdapat di dalam ajaran yang ia peruntukkan kepada hamba-hambaNya.

g. Metode ini memungkinkan seseorang segera sampai kepada init persoalan yang dimaksud tanpa susah payah harus mengemukakan pembahasan dan uraian kebahasaan atau fikih dan lain sebagainya, seperti yang terdapat dalam kitab-kitab tafsir tahlily, yang justru akan mempersulit seseorang untuk sampai kepada tujuan yang ingin dicapai.
h. Sebagaimana ungkapan Ahmad al-Sayyid al-Kummy, zaman modern sekarang ini sangat membutuhkan corak dan metode tafsir maudhu’iy. Dengan cara kerja yang sedemikian rupa, metode ini memungkinkan seseorang memahami masalah yang dibahas segera sampai kepada hakikat masalah dengan jalan yang singkat dan cara yang praktis atau mudah.

5. Beberapa Karya Tafsir Maudhu’iy (Tematik)
Diantara kitab tafsir yang ditulis berdasarkan metode Maudhu’iy (Tematik) ini adalah:
- Al-Mar’ah fi al-Qur’an, karya al-Ustadz abbas al-‘Aqad
- Al-Riba fi al-Qur’an, karya abu al-A’la al-Mawdudy
- Al-‘Aqidah fi al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad abu Zahrah
- Al-Uluhiyah wa al-Risalah fi al-Qur’an al-Karim, karya Muhammad al-Samahi
- Al-Insan fi al-Qur’an al-Karim, karya Ibrahim Mahna
Dan masih banyak lagi karya-karya terbaik para ahli (ulama) Tafsir yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam halaman yang sangat pendek ini.


Referensi:
Prof. Dr. M. M Al-A’Zami, Sejarah Texs Al-Qur’an dari wahyu sampai Kompilasi. Judul Asli: The History of The Qur,anic Text: From Revelation to Compilation A comparative Study with the old and New Testaments. Terj: Sohirin Solihin dkk. Cet. 1—(Jakarta: GEma Insani Press, 2005).

Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzur Al-Afriqiy,. Lisan al_Arab, (Beirut; Dar Sadir,1996).

Dr. Nasruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qur’an. Kajian Terhadap Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip. Cet- I (Jakarta: pustaka pelajar, 2002)

Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudhu’I pada masa kini, cet—I (Jakarta: Kalam Mulia, 1990)

John M. Echols and Hassan Sadily, Kamus Inggris- Indonesia. Judul Asli: An English—Indonesian Dicnionary. Cet—XXV (Jakarta: Gramedia Pustaka Pratama, 2003)

Prof. Dr. Abdul Al-hayy al-Farmawiy, metode tafsir maudhu’iy: sebuah pengantar. Judul asli: Al-Bidayah Fi al-Tafsir al-Maudhu’iy: Dirasah Manhajiah mawdhu’iyah. Penerjemah: Suryan A. Jamrah. Cet. 1.-- (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994)

DR. Nasaruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, --cet- II (jogjakarta: Putaka Pelajar, 2000)

Prof. DR. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan peran wahyu dalam kehidupan masyarakat. Cet. X—( Bandung, Mizan, 1995)

Madrasah Harus Tingkatkan Kualitas

Menag: Madrasah Harus Tingkatkan Kualitas
Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama Maftuh Basyuni mengatakan, madrasah sebagai potret wajah Islam Indonesia, harus terus ditingkatkan kualitasnya apalagi dalam era globalisasi seiring dengan kemajuan teknologi dan informasi ini.

"Madrasah jika tidak mampu menjawab tantangan bisa kehilangan cita rasa sosial di era kompetisi ini", kata Maftuh saat membuka seminar pendidikan, peluncuran tarbiyah komunikasi serta halal bihalal Persatuan Tarbiyah Islamiyah di Jakarta, Sabtu.

Hadir Ketua Umumnya, Basri Bermanda, mantan Menko Kesra Azwar Anas, dan mantan Menteri Peranan Wanita Soelasikin Murpratomo.

Dewasa ini, kata Menag, kondisi lembaga pendidikan yang sudah ada sebelum Indonesia merdeka ini masih cukup memprihatinkan. Karena itu harus banyak sekali yang dilakukan untuk mengejar ketertinggalan, seperti perbaikan infra struktur serta fasilitas maupun sarana informasi dan teknologi.

"Tapi masih ada kendala antara lain keterbatasan dana", ucap Maftuh.

Meski demikian bagi madrasah, menurut Maftuh, dengan keterbatasan dana madrasah akan tetap eksis, karena ada yang Membantu untuk tetap berjalan. "Ada Tuhan Yang Maha Esa", imbuhnya.

Ia juga mengatakan, saat ini lebih dari 90 persen madrasah dikelola oleh pihak swasta. "Madrasah tetap eksis karena dukungan masyarakat serta keikhlasan para pengelolanya", tuturnya.

Menurutnya, mengelola lembaga pendidikan seperti madrasah tidak cukup bermodal idealisme. "Harus ada pemikiran cerdas, perlu ditingkatkan kualitas apalagi di era globalisasi", kata Maftuh.

Karena itu Departemen Agama, sebagai penebus dosa mulai mengucurkan bantuan yang cukup besar bagi lembaga pendidikan keagamaan swasta itu, termasuk jika ada bantuan dari luar negeri akan langsung diserahkan kepada lembaga yang bersangkutan.
(*/pwp16/rdp01)

Referensi: http://indonesiabergerak.antara.co.id

07 November 2008

Cinta Dalam Peralihan Jiwa

Oleh Nofriyaldi

Kerap kali aku hendak menuliskan isi hati yang terdalam pada perasaan ini, apalagi ketika aku teringat pada orang yang tak ada jalan bagi ku untuk melupakan dia. Kecuali aku harus menanggung segala luapan air mata hati yang dingin tak tahu berapa lamanya.

Berat sekali rasanya menanggung rindu bercampur harap dan cemas, kadang dada serasa sesak, air mata pun melimpah bak air mendidih, harapan pun mulai dipertanyakan.

Tak banyak yang dapat aku lakukan, Kecuali mengharap cahaya Tuhan penguasa alam semesta. Penguasa seluruh cinta yang telah membuat aku tenggelam di dalamnya. Yang menentukan kadar embun suci penyejuk jiwa yang haus akan cintanya. Menanti balas tepukan atas cinta yang aku miliki, dari orang yang aku tak mengerti apakah dia tenggelam seperti aku.

Dulu aku ragu dengan perasaan ini, takut kalau-kalau ini mimpi tak berarti. Karena peralihan jiwa kanak-kanak kepada remaja yang sedang mencari jati diri. Tapi…….keraguan memaksa aku mencari jawaban melepas terkaman jiwa berjubah suci.

Ternyata aku terlalu lemah untuk berdiri di atas panah harapan. Aku harus menrima akuan diri yang lemah terhimpit malu, yaitu kesadaran diri di atas cintaku padanya.

Sejati Ku

Oleh: Nofriyaldi

Aku Mengingat Mu Bukan Berusaha Untuk MencintaiMu
Tetapi, Cinta Yang Ku Miliki Telah Memaksa Aku Harus Ingat Pada Mu